Minggu, 15 Maret 2015

Samuela

1.

Hujan semakin deras. Kemeja biru tipis yang dipakainya sudah sepenuhnya menyatu dengan warna kulitnya yang pucat. Kamu kedinginan? Mau masuk? Apa yang terjadi? Sulit sekali mengeluarkan suara diantara mulutku yang setengah terbuka.

Ia mengangkat kepalanya perlahan. Walaupun aku sempat menahan napas sejenak, akhirnya mata kami bertemu. Sekali lagi, tanpa sadar aku kembali manahan napas. Kurasa dia melakukan hal yang sama. Aku tidak bisa mendengar suara napas kami berdua. Hujan terus menyapu keheningan kami.

Kali ini, kamu harus masuk. Aku meraih bahunya tanpa kata-kata. Jari-jariku menggenggam dengan lemah, tidak perlu banyak usaha, tubuhnya dengan patuh mengikuti uluran tanganku. Seketika genggamanku terasa kosong, pandanganku menjadi kabur dan gelap, suara dentangan kencang berulang-ulang menyambar seisi ruangan.

Perlahan kelopak mataku terbuka kembali. Aku melirik telapak tanganku yang masih mengepal dan terasa kekecewaan yang sama untuk kesekian kalinya. Lagi-lagi. Akhir dari mimpi yang sama untuk kesekian kalinya.